GT community touring di pegunungan

Rabu

TRAUMA ABDOMEN 4


BAB I
TINJAUAN TEORI

A.      ANATOMI FISIOLOGI
Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut:
-     menerima makanan
-     memecah makanan menjadi zat-zat gizi (proses pencernaan)
-     menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
-     membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh.
Saluran PencernaanSaluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.



1.      Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan.
Bagian dalamdari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Saluran dari kelenjar liur di pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut.
Di dasar mulut terdapat lidah, yangberfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan.
Di belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring).
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan lainnya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Epiglotis akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam pipa udara (trakea) dan ke paru-paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole, langit-langit lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke dalam hidung.
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi oleh selaput lendir.
Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan lambung.
Makanan didorong melalui kerongkongan bukan oleh gaya tarik bumi, tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik yang disebut dengan peristaltik.
2.      Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting:
- lendir
- asam klorida
- prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan enzim.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini (apakah karena infeksi oleh bakteri Helicobacter pylori atau karena aspirin), bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
Pelepasan asam dirangsang oleh:
- saraf yang menuju ke lambung
- gastrin (hormon yang dilepaskan oleh lambung)
- histamin (zat yang dilepaskan oleh lambung).
Pepsin bertanggungjawab atas pemecahan sekitar 10% protein.
Pepsin merupakan satu-satunya enzim yang mencerna kolagen, yang merupakan suatu protein dan kandungan utama dari daging.
Hanya beberapa zat yang bisa diserap langsung dari lambung (misalnya alkohol dan aspirin) dan itupun hanya dalam jumlah yang sangat kecil.

3.      Usus halus
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus.
Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati.
Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan penyerapan.
Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus.
Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil (mikrovili).
Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap.
Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum.
Bagian ini terutama bertanggungjawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya.
Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring dengan perjalanannya melalui usus halus.
Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung.
Ketika melewati usus halus bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan enzim-enzim pankreatik.


4.      Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar:
- Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
- Pulau pankreas, menghasilkan hormon.
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah.
Enzim-enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asini dan mengalir melalui berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus.
Duktus pankreatikus akan bergabung dengan saluran empedu pada sfingter Oddi, dimana keduanya akan masuk ke dalam duodenum.
Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak.
Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.
Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
3 hormon yang dihasilkan oleh pankreas adalah:
- Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah
- Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah
- Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon lainnya (insulin dan glukagon).
5.      Hati
Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler).
Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Darah diolah dalam 2 cara:
- Bakteri dan partikel asing lainnya yang diserap dari usus dibuang
- Berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya dipecah sehingga dapat digunakan oleh tubuh.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolesterol dalam tubuh, sisanya berasal dari makanan.
Sekitar 80% kolesterol yang dihasilkan di hati digunakan untuk membuat empedu.
Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan di dalam kandung empedu.
6.      Kandung empedu & Saluran empedu
Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum.
Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum.
Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam duodenum.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati.
Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki 2 fungsi penting:
- Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
- Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut:
- Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan
- Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya
- Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan
- Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh
- Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam empedu.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu.
Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.
Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.
7.      Usus besar        
Usus besar terdiri dari:
- Kolon asendens (kanan)
- Kolon transversum
- Kolon desendens (kiri)
- Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti tabung, yang terletak di kolon asendens, pada perbatasan kolon asendens dengan usus halus.
Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari tinja.
Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai rektum bentuknya menjadi padat.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
8.      Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar.Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
Sumber Artikel : http://medicastore.com/penyakit/9/Biologi_Sistem_Pencernaan.html

C.   ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1.  Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium). Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman       (set-belt). (FKUI, 1995).

D.   TANDA DAN GEJALA
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
         Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
         Respon stres simpatis
         Perdarahan dan pembekuan darah
              Kontaminasi bakteri
  Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
                   Kehilangan darah.                                                                 Memar/jejas pada dinding perut.                                                             Kerusakan organ-organ.                                                                                       Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding          perut.Iritasi cairan usus           (FKUI, 1995).

E.   PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :
1.
  Trauma tumpul abdomen
§  Kehilangan darah.
§  Memar/jejas pada dinding perut.
§  Kerusakan organ-organ.
§  Nyeri
§   Iritasi cairan usus
2.  Trauma tembus abdomen
§  Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
§  Respon stres simpatis
§  Perdarahan dan pembekuan darah
§  Kontaminasi bakteri
§  Kematian sel
1 & 2 menyebabkan :
·                 Kerusakan integritas kulit
·                 Syok dan perdarahan
·                 Kerusakan pertukaran gas
·                 Risiko tinggi terhadap infeksi
·                 Nyeri akut (FKUI, 1995).

F.    KOMPLIKASI
 Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
 Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).
G.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
       kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung.
       Kateterisasi : adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
       Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang      ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah        pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal :
fungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam    fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).

H.   PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.
1.         Survei Primer
        Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
        Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.
1.1     Airway
      Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dgn bebas ?
      Jika ada obstruksi, lakukan :
Ø  Chin lift/ Jaw thrust
Ø  Suction
Ø  Guedel Airway
Ø  Intubasi trakea

1.2     Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Ø  Beri oksigen
 
1.3     Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Ø  Hentikan perdarahan external bila ada
Ø  Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Ø  Beri infus cairan

Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil

1.4     Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah psn sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
AWAKE                                                   A
RESPON BICARA (VERBAL)              V
RESPON NYERI                                     P
TAK ADA RESPONS                             U
1.5     Exposure
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan.
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
  (perdarahan).
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).    

BAB II
TINJAUAN KEPERAWATAN
A.      PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi
:
1.    Trauma Tembus abdomen
     Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan; kekuatan tumpul (pukulan).
·      Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
·      Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
·      Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
·      Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
·       Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2.       Trauma tumpul abdomen                                                                                   Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
• Metode cedera.
• Waktu awitan gejala.
• Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk
       keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
• Waktu makan atau minum terakhir.
• Kecenderungan perdarahan.
• Penyakit dan
medikasi terbaru.
• Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
• Alergi.
                                                            
          Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah  yang mengancam kehidupan.  

B.       DIAGNOSA KEPERAWATAN                                                 
       Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2.  Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.          
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.    
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas,dan penurunan kekuatan/tahanan.
C.   INTERVENSI ( RENCANA KEPERAWATAN) DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
       - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
 0 = mandiri penuh
 1 = memerlukan alat Bantu.
 2 =
memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, EGC : Jakarta.
Brooker, Christine, 2001, Kamus Saku Keperawatan Ed.31, EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal-Bedah. EGC : Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

GT Community © 2008 Template by:
SkinCorner